Rabu, 04 Januari 2012

prilaku orang tua terhadap perilaku oposisi anak

PERILAKU ALTERNATIF  ORANG TUA TERHADAP PERILAKU OPOSISI ANAK DALAM KONSELING KELUARGA

Perilaku alternatif adalah suatu perilaku yang dapat digunakan untuk menyikapi suatu perilaku oposisi yang ditunjukan oleh anak dengan tujuan agar anak bisa mengubah perilaku oposisinya. Perilaku alternatif dapat dijumpai dalam keluarga misalnya perilaku orang tua untuk menyikapi perilaku anaknya yang positif maupun negatif. Namun yang akan saya bahas berikut ini yaitu perilaku alternatif orang tua dalam menyikapi perilaku oposisi yang ditunjukan oleh anaknya.

Sebelum membahas perilaku alternatif, terlebih dahulu kita pahami apa yang dimaksud perilaku oposisi itu? Perilaku oposisi merupakan gangguan penyimpangan yang sering muncul di masyarakat. Gangguan penyimpangan oposisi/perilaku oposisi merupakan bentuk gangguan perilaku yang tergolong ringan, meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, menggunakan minuman keras, zat terlarang dan lain-lain.
Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane (1995:231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan behavioral, yang disebutkan terhadap empat tahap secara berturut-turut sebagai berikut.
1.      Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi pengajaran.
2.      Setelah orang tua membaca tentang prinsip dan atau telah dijelaskan materinya, konselor menunjukan kepada orang tua bagaimana cara mengajarkan kepada anak, sedangkan orang tua melihat bagaimana melakukannya sebagai ganti pembicaraan tentang bagaimana hal ini dikerjakan. Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukan bagaimana mengkonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting menunjukan kepada orang tua yang kesulitan dalam memahami dan menetapkan cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya.
3.      Selanjutnya orang tua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari menggunakan situasi sessi terapi. Terapis selama ini dapat member koreksi ika dibutuhkan.
4.      Setelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orang tua mencoba menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat melakukan kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Permasalahan dan pertanyaan yang dihadapi orang tua dapat ditanyakan pada saat ini. Jika masih diperlukan penjelasan lebih lanjut, terapis dapat memberikan contoh lanjutan di rumah dan observasi orang tua, selanjutnya orang tua mencoba sampai mereka merasa dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah anaknya.
Untuk menangani perilaku oposisi anak, orang tua dapat menggunakan salah satu dari beberapa perilaku alternatif berikut ini antara lain:
1. Lebih banyak menunjukkan penerimaan terhadap anak
Tuntutan terhadap anak hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anak, agar anak tidak merasa bahwa dirinya tidak sanggup menjadi seperti apa yang diharapkan orangtua. Ketika anak merasa dicintai seutuhnya dan diterima apa adanya dengan segala kelemahannya, anak merasa tidak perlu berperilaku buruklagi. Saat anak melakukan kesalahan, orang tua bisa menegurnya tanpa menyudutkan atau mengolok-olok anak. Hukuman atas kesalahan anak sebaiknya juga tidak terlalu berat, supaya anak tidak merasa terlalu takut menghadapi kesalahannya.

2. Memberikan hukuman atas perilaku oposisi anak dan memberikan penghargaan atas perilakunya yang baik
Apabila anak melakukan suatu perbuatan yang buruk, kemudian tidak mengakuinya, berarti anak layak mendapat dua hukuman, satu hukuman untuk perbuatan buruknya, dan satu hukuman khusus untuk kebohongannya. Sebaliknya, apabila anak berperilaku yang baik dan mengakui kesalahannya kemudian mau memperbaiki perilaku negatifnya, maka orangtua hendaknya memberikan penghargaan terhadap perilaku anaknya itu dengan memperingan hukuman yang semestinya diterima anak akibat telah melakukan perbuatan yang salah. Katakan kepada anak, bahwa “jika kamu mau memperbaiki perilakumu yang salah itu dan tidak mwngulanginya lagi maka ayah merasa bangga punya anak seperti kamu”. Dengan demikian anak akan dapat berubah karena ia merasa dibanggakan atas perilaku baiknya dan memberi hukuman atas kesalahannya.

3.  Berusaha mencari fakta secara lengkap
Apabila orang tua mulai curiga bahwa anak berperilaku oposisi, orangtua bisa berusaha mengumpulkan bukti-bukti dari sumber lain selain anak. Kemudian, sesudah orang tua yakin setelah mengetahui faktanya, orangtua langsung membicarakan masalah tersebut dengan anak. Pembicaraan ini hendaknya difokuskan untuk mencari jalan pemecahan masalah, bukannya untuk menyalah-nyalahkan anak. Sebagai contoh, ketika orangtua telah yakin mengetahui bahwa sang anak baru saja memukul temannya, orangtua bisa berkata kepada anak, “Mamanya Andi bilang pada mama bahwa kamu memukul Andi dan Andi menangis karenanya. Mama tahu kamu merasa bersalah. Sekarang, bagaimana sebaiknya supaya besok Andi mau bermain lagi bersama kamu? Kalau kamu mau, ayah akan temani kamu minta maaf padanya. Mungkin kamu juga bisa memberikan sesuatu buat menghibur Andi.” Umumnya, anak akan berbohong jika orangtua menginterogasi atau memancing anak dengan pertanyaan supaya anak mengakui kesalahannya, sebab anak mengira orangtua pasti akan memarahinya. Oleh sebab itu, daripada menginterogasi anak, lebih baik langsung menghadapkan anak pada fakta yang menjadi masalah, kemudian bersama-sama mencari jalan pemecahannya.

4. Menyajikan model/contoh perilaku yang baik
Orangtua bisa memberikan teladan perilaku yang baik dengan cara tidak minun minuman keras, tidak kasar, sabar, dan tidak pernah frustasi karena suatu hal, tidak beragumen dan lain sebagainya. Dengan demikian anak akan meniru perilaku yang ditunjukan oleh orang tuanya sehingga anak akan mengubah perilaku oposisinya.

5. Tujukan rasa cinta dan kepedulian kepada anak
Pertumbuhan anak tidak mungkin bisa dipesan secara instan, tapi harus melewati berbagai hal yang keluar dari rasa cinta dan kepedulian orang tua mereka. Jadi, cinta dan kepedulian secara timbal balik akan menjadi senjata terbaik orang tua dalam melawan semua pengaruh negatif pada perileku anak. Cinta orang tua harus tanpa syarat dan atas dasar diri pribadi anak bukan karena prestasi mereka di sekolah atau dalam kegiatan lainnya. Cinta orang tua tidak harus menjadikan orang tua bingung dan merasa terbatas sehingga menutup mata terhadap kesalahan seorang anak. Menegur anak karena kesalahan yang dilakukannya tetap bisa dilakukan tanpa mengurangi rasa cinta kepada anak.
6. Pemberian Informasi terhadap anak bahwa perilakunya tidak baik
Anak-anak terlahir tanpa mengetahui sesuatu itu benar atau salah, mereka belum mengerti apalagi memahami norma-norma sosial. Mereka membutuhkan panduan yang jelas tentang perilaku baik dan perilaku buruk, cara hidup yang baik dan cara hidup yang buruk. Pengaruh terbesar kepada mereka adalah sikap dan contoh yang diperoleh dari orang tua, bukan hanya sekedar dari ungkapan kata-kata ataupun apa yang terdapat dalam sebuah buku. Jika anak-anak melihat orangtua mereka tidak mempraktekkan apa yang diberitahukan kepada mereka, kemungkinan besar mereka hanya akan menjadi pemberontak dan tidak percaya. Contoh kasus misalnya minum minuman beralkohol, jika orang tua memberitahu bahwa minun minuman beralkohol tidak baik dan dilarang oleh agama, sebaiknya orang tua juga tidak minum minuman beralkohol. Sebab jika orang tua mengkonsumsi minuman tersebut maka anak akan mengabaikan informasi yang telah diberikan.





DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:

Posting Komentar