Kamis, 05 Januari 2012

”PEMAHAMAN TERHADAP KULTUR/BUDAYA SUKU BALI”

A.    Upacara Keagamaan Suku Bali
Upacara keagamaan yang dilakukan dalam Agama Hindu, berkolaborasi dengan budaya local/Bali. Ini menjadi kekayaan dan keunikan yang hanya ditemukan pada suku Bali.
Ø  Manusa Yadnya
• Otonan / Wetonan, adalah upacara yang dilakukan pada hari lahir, seperti perayaan hari ulang tahun, dilakukan 210 hari.
• Upacara Potong Gigi, adalah upacara keagamaan yang wajib dilaksanakan bagi suku bali. Upacara ini dilakukan pada pemeluk yang telah beranjak remaja atau dewasa. Bagi wanita yang telah mengalami menstruasi, dan bagi pria yang telah memasuki akil balik.
Upacara Manusa yajna dilakukan semenjak bayi masih di dalam kandungan hingga dewasa.
Ø  Pitra Yadnya
• Upacara Ngaben, adalah prosesi upacara pembakaran jenazah, Sebagaimana dalam konsep Hindu mengenai pembakaran jenazah, upacara ini sebagai upaya untuk mempercepat pengembalian unsur-unsur/zat pembentuk dari raga/wadag/badan kasar manusia.

B.    System keyakinan suku Bali
Sistem Kepercayaan/Religi, Masyarakat suku Bali sebagian besar menganut agama Hindu. Mereka percaya adanya satu Tuhan ”Ide Sang Hyang Widhi Wase” dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
1) Brahmana : menciptakan;
2) Wisnu, : yang memelihara;
3) Siwa, : yang memeralina/pelebur.
Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut:
1) Atman, : roh yang abadi.
2) Karmapala : buah dari setiap perbuatan.
3) Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.
Tempat suci agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:
1) Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan. Pura ini terdapat di Kabupaten karangasem Bali.
2) Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat. Setiap desa yang didiami oleh suku bali pasti terdapat pura desa.
3) Sanggah: khusus untuk leluhur. Tiap-tiap rumah seseorang yang menganut agama Hindu pasti terdapat sanggah.
Di Bali terdapat beribu-ribu pura dan sanggah. Masing-masing pura dan sanggah memiliki tanggal perayaan yang berbeda-beda, yaitu sebagai berikut.
1) Tanggalan Hindu–Bali.
Tanggalan Hindu–Bali terdiri atas 12 bulan yang lamanya 355 hari. Sistem perhitungan dengan sistem Hindu disebut  yuklapaksa. Tahun baru Saka (Nyepi) jatuh pada tanggal satu bulan kesepuluh.
2) Tanggalan Jawa–Bali, Tanggalan Jawa–Bali terdiri atas 30 wuku.
Tiap wuku terdiri atas tujuh hari. Perayaan yang didasarkan atas perhitungan penanggalan Jawa-Bali misalnya hari raya Galungan dan Kuningan. Selain itu juga digunakan untuk upacara-upacara sebagai berikut.
a) Manusia yadnya: upacara siklus hidup masa anak-anak sampai dewasa.
b) Dewa yadnya: upacara pada kuil-kuil umum dan keluarga.
c) Resi yadnya: upacara pentahbisan pendeta (mediksa).
d) Buta yadnya: upacara untuk kala dan buta yaitu roh-roh penunggu.
C.    System Perkawinan dalam Budaya Bali
 Sistem Kekerabatan Dulu perkawinan di Bali ditentukan oleh kasta. Wanita dari kasta tinggi tidak boleh kawin dengan laki-laki kasta rendah, tetapi sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Perkawinan yang dianggap pantang adalah perkawinan saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (mak dengan ngad). Hal itu akan menimbulkan bencana (panes).
Dalam budaya hindu, Cara memperoleh istri berdasarkan adat ada dua, yaitu:
1) memadik, ngindih: dengan cara meminang keluarga gadis;
2) mrangkat, ngrorod: dengan cara melarikan seorang gadis.
D.     Sistem Politik Suku Bali
 Desa-desa di Bali dibuat berdasarkan kesatuan tempat. Desa-desa di daerah pegunungan mempunyai pola perkampungan memusat (banjar) yang dikepalai oleh kliang bBanjarr (orang yang telah dipilih oleh anggota kelompok). Kesatuan organisasi lain yaitu subak dan seka.
Subak merupakan suatu organisasi dalam bidang pertanian, dimana subak sama dengan kelompok tani. Subak ini di bentuk berdasarkan lokasi sawah yang di miliki. Subak berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan pertanian seperti membersihkan saluran air, memperbaiki jalan persawahan, gotong royong dll. Sedangkan, Seka merupakan suatu organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan khusus. Seka berfungsi menyelenggarakan upacara-upacara desa seperti: seka baris, seka truna, dan seka gong.
E.     Sistem Ekonomi suku Bali
 Sebagian besar masyarakat Bali memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selain padi, pertanian yang lain yaitu palawija, kopi, dan kelapa. Peternakan masyarakat suku Bali juga maju, yaitu ternak babi dan sapi. Selain itu juga dikembangkan peternakan kambing, kerbau, dan kuda.


F.     Sistem Kesenian suku Bali
Ø  Seni Bangunan, Seni bangunan masyarakat suku Bali nampak pada bangunan pura dan rumah dll.
Ø   Seni Tari, Tari tradisional Suku Bali antara lain tari sanghyang, tari barong, tari kecak, dan tari gambuh. Tari modern antara lain tari legong, tari topeng dan tari janger.
G.     Latar Belakang Kesukuan
Suku Bali merupakan suku asli dari pulau Dewata Bali. Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti "Kekuatan", dan "Bali" berarti "Pengorbanan" yang berarti supaya kita tidak melupakan kekuatan kita. Supaya kita selalu siap untuk berkorban.

 Biodata penulis

Nama                                                    : I Wayan Sudama
Jenis kelamin                                         : Laki-laki
Tempat tanggal lahir                              : Tohiti Sari, 30 Juni 1990
Alamat                                                  : Jln. RE Martadinata No 137 Tondo
Agama                                                  : Hindu
Suku                                                     : Bali
Anak ke                                                            : 2 ( dua ) dari 2 bersaudara
Bahasa sehari-hari                                 : Indonesia dan Bali
Usia                                                      : 21 Tahun
Nama Ayah                                           : I Nyoman Dapet
Nama Ibu                                              : Ni Wayan Marni
                        Alamat Orang Tua                                 : Sari Bhuana,  Kab. Banggai


H.    Sejarah keluarga

Kakek dalam bahasa Bali disebut dengan istilah “pekak / kak”, sedangkan Nenek dalam bahasa Balinya disebut dengan istilah “dadong”. Kakek saya yang bernama I Nyoman Wari lahir di Desa Rendang Kec. Rendang Kab. Karangasem Bali pada tahun 1935–an sedangkan nenek saya yang bernama Ni Wayan Sandri lahir di Desa Rendang Kec. Rendang Kab. Karangasem Bali pada tahun 1937–an. Ia menikah dan dikaruniai 5 orang anak. Ayah saya merupakn anak ke-3 dari 5 bersaudara. Kakek dan Nenek saya bersuku Bali asli, jadi ayah saya bersuku Bali.
Ibu saya merupakan anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan suami istri I Nyoman Polos dan Ni Wayan Janji. Kakek saya lahir di desa pembungan Bali pada tahun i934–an. Sedangkan nenek saya lahir di desa pembungan, Bangli, Bali pada tahun 1939 –an. Kakek dan Nenek saya bersuku Bali sehingga ibu saya bersuku Bali asli.
Ayah saya ikut bersama ayah dan kakaknya transmigrasi ke Sulawesi Tengah pada tanggal 11 November 1976. Pada saat itu, ayah saya masih duduk di bangku SD dan melanjutkan sekolahnya di daerah transmigrasi. Selain ayah saya, keluarga ibu saya juga ikut transmigrasi ke Sulawesi Tengah.
Kedua orang tua saya lahir dengan budaya Bali atau suku Bali. Ayah saya bernama I Nyoman Dapet lahir pada tanggal 12 Desember 1965 di Desa Rendang Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem Bali .Ia lahir dari hasil pernikahan dari (kakek dan nenek saya). Sedangkan, Ibu saya bernama Ni Wayan Marni lahir pada tanggal 13  Desember 1968 di Desa Pembungan Kec. Temulan Kabupaten Bangli, Bali.
Saya menganut satu suku (mono kultur) yaitu Suku Bali, karena ayah, ibu, kakek dan nenek saya memiliki suku yang sama (Bali). Sehingga bali merupakan suku turun temurun keluarga saya. Berdasarkan asal-usul dari nenek/kakek buyut(“kumpi” dalam bahasa Bali) saya semuanya mono kultur/ semuanya nenjalankan budaya Bali atau bersuku Bali.
Saya lahir di Desa Tohiti Sari dan di lingkungan suku Bali atau dengan Budaya Bali yang sama dengan suku saya sendiri, jadi sejak kecil saya sudah mengikuti dan terbiasa dengan budaya suku Bali. Sejak kecil pula saya terbiasa bermain dengan teman-teman satu suku yang rumahnya berdekatan dengan rumah saya, sehingga terbiasa menggunakan bahasa daerah (bahasa Bali) dalam berkomunikasi dengan orang tua, kakek, nenek, paman, tante serta dengan teman-teman saya.
Agama Hindu merupakan agama yang saya anut/yakini sejak dilahirkan, kedua orang tua saya juga beragama Hindu. Semua keluarga saya beragama Hindu saya dan keluarga satu leluhur memiliki tempat suci kelompok yaitu Pura Pasek Prateka.
Nilai-Nilai Budaya Suku Bali

            Adapun nilai-nilai kebudayaan dari suku bali yang saya peroleh dari lingkungan bali antara lain.
1. Tata krama : kebiasaan sopan santun yang di sepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia di dalam kelompoknya.
2. Nguopin : gotong royong.
3. Ngayah atau ngayang : kerja bakti untuk keperluan agama.
4. Sopan santun : adat hubungan dalam sopan pergaulan terhadap orang-orang yang berbeda jenis kelamin.dengan orang yang lebih muda dal yang lebih muda.

Selain nilai di atas ada juga nilai-nilai yang sering saya jumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
1.     Dalam budaya suku bali, sejak kecil dilarang menduduki atau menginjak bantal kecuali bantal guling karena bisa bisulan. Hal tersebut biasa saya dengar dari ibu saya sejak saya masih kecil. Sebenarnya maksud dan tujuan munculnya larangan itu yaitu agar sejak anak-anak bisa terbiasa untuk tidak menduduki bantal apalagi sampai menginjaknya, karena dalam budaya Bali bantal tidak layak diduduki/diinjak sebab bantal merupakan tempat kepala pada saat kita tidur. Jadi pada umumnya suku Bali akan menegur siapapun yang menduduki bantal tidurnya.
2.     Dalam budaya suku Bali, kita dilarang menyanyi di depan tungku pada saat api sedang menyalah, nanti bisa mendapatkan jodoh orang buta. Sebenarnya maksud dan tujuannya agar anak tidak mengganggu ibunya sedang masak/agar api tidak mati karena ulah si anak.
3.     Membeli benda tajam di malam hari, karena dapat membahayakan diri kita sendiri.
4.     Tidak boleh manjait baju di malam hari, hal ini juga dapat membahayakan diri kita sendiri sehingga munculnya mitos tentang larangan manjahit baju pada malam hari.
5.     Tidak boleh makan dipintu, karena kurang sopan dan dapat manghalangi orang yang ingin masuk.
6.     Jika istri sedang hamil, suami dilarang memotong rambut dan tidak boleh membunuh binatang sembarangan.

Menurut saya nilai-nilai dalam dudaya Bali akan sangat berpengaruh terhadap citra saya sebagai calon konselor, baik dari tata karma maupun sopan santun yang perlu saya tanamkan dalam diri saya.







1 komentar: